Vapeboss – Peneliti Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB) Rahmana Emran Kartasasmita mengatakan bahwa, Indonesia perlu memperbanyak kajian berbasis ilmiah terkait produk tembakau yang dipanaskan untuk mengetahui lebih lanjut soal manfaat serta keamanannya.
“Produk tembakau yang dipanaskan sudah mulai beredar di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kajian literatur ilmiah yang komprehensif untuk mempelajari aspek manfaat keamanan dari produk ini,” kata Emran.
Dalam forum 5th Scientific Summit yang diselenggarakan di Athena, Yunani pada 21-22 September 2022 lalu, Emran memaparkan penelitian SF-ITB yang berjudul 'Perbandingan Profil Risiko Kesehatan Produk Tembakau yang Dipanaskan Versus Rokok Kretek Indonesia'.
Emran menjelaskan, kajian tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana profil risiko dari produk tembakau yang dipanaskan dibandingkan dengan rokok kretek sebagai bagian dari analisis risiko yang mencakup identifikasi dan kuantifikasi risiko.
Dalam kajian literatur ilmiah tersebut, SF-ITB melakukan pencarian data karakterisasi bahaya untuk senyawa dengan nilai ambang (non-karsinogenik dan karsinogenik-non genoktosik) dan tanpa nilai ambang keamanan (karsinogenik genotosik) berdasarkan Health Based Guidance Values (HBGV) yang terpilih sebagai senyawa berbahaya dan berpotensi berbahaya (harmful and potentially harmful constituents atau HPHC), serta penghitungan kajian paparan dengan kasus skenario terburuk.
Kemudian, peneliti berlanjut ke karakterisasi untuk non-karsinogenik dan substansi karsinogenik.
“Secara umum, tingkat risiko paparan atau zat senyawa penanda yang berasal dari produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah dibandingkan dengan rokok,” ujarnya.
Emran menambahkan, karakteristik paparan senyawa HPHC dari produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah daripada rokok. HPHC adalah senyawa yang menimbulkan risiko terhadap kesehatan bagi perokok dan orang-orang yang terpapar asap rokok.
“Secara umum, tingkat risiko paparan atau zat senyawa penanda yang berasal dari produk tembakau yang dipanaskan lebih rendah dibandingkan dengan rokok,” ujar dia.
Dari fakta tersebut, emran berharap agar penelitian terhadap produk tembakau yang dipanaskan dapat diperbanyak. Sebab, hingga saat ini di Indonesia penelitian mengenai produk tersebut masih sangatlah minim.
“Saya mengajak seluruh kalangan, mulai dari akademisi hingga peneliti lainnya, untuk melakukan penelitian ini dan melakukan kajian lebih lanjut dari hasil temuan kami. Hasil kajian tersebut dapat dijadikan awalan untuk memperkaya teks akademik bagi pengambil kebijakan, peneliti lain, serta untuk pemahaman masyarakat umum,” tutupnya.
Sumber: Viva